05 Mei 2010

Mengenang Ibu Wahid

Ibnu`s-Sabîl wa`l-Masâkîn


From the album 'Nenek ku' by Nanen Lariza. http://tinyurl.com/29nh7xm


IBU Wahid sangat dikenal dekat dengan orang-orang miskin. Beliau suka menyebut mereka sebagai orang-orang yang dikasihi Tuhan.

Suatu hari, menjelang Hari Raya Idul Fitri di tahun 1996, saya mampir di Mesjid Hidayat Petojo Utara, Jakarta Pusat. Khaddim mesjid, Mang Udin bilang ke saya bahwa saya dicari Ibu Wahid. Saya sudah tahu bahwa akan ada hadiah lebaran, seperti biasanya. Oleh menantu cucunya, A. Mubarik Ahmad S.H. juga menyampaikan demikian. Maka, hari itu juga, saya ke rumah beliau di Jalan Kedondong, Ciledug, Tangerang, Banten.

Sesampainya di Kedondong, Ibu Wahid memberikan sejumlah amplop yang berisi uang yang akan ditujukan ke beberapa fakir miskin di Kramat, Gunung Cupu, Cimanuk, Pandeglang, Banten, sebuah desa di mana pusat Jemaat dan pertablighan di Banten Selatan berada.

Tak lama kemudian, datang pula Yusja Hasyim, kini Anshar Lentengagung, bersama Anung Nurhakim, anshar juga tinggal di Kramatjati, Jakarta Timur. Kami memang bertiga selalu dipanggil ke Kedondong bila beliau ingin bersedekah ke orang-orang kecil. Melihat ramai orang, sejumlah cucu beliau, yang kira-kira berumur 10 tahunan, laki-laki dan perempuan, mengerumni kami. Sadat Ahmad, seorang cucunya, putra dari Raisuttabligh JAI Maulana H. Sayuti Aziz Ahmad, Sy., bertanya, "Siapa sih orang-orang ini yang nenek suka kasih hadiah?"

Beliau melihat satu persatu cucunya yang diam dan menginginkan jawaban layaknya anak-anak. Tidak lama, Ibu Wahid bilang, "Mereka ini adalah Ibnu `s-Sabîl wa `l-Masâkîn."

Mendengar 'pangkat' orang bertiga ini yang diucapkan neneknya dalam bahasa Arab, Sadat Ahmad manggut-manggut, dan sesama cucunya Ibu Wahid saling berpandangan. Saya, Yusja dan Anung kemudian saling berpandangan. Cucunya, kemudian pergi satu-satu setelah salaman dengan kami dengan mencium tangan. "Ibnu `s-Sabîl wa `l-Masâkîn...!!", kata Sadat Ahmad setengah kagum. Kami pun pulang ke tempat masing-masing.

Suatu hari, setelah Lebaran, Anung bertanya kepada saya, "Kak Rahim, julukan kita oleh Ibu Wahid, Ibnu `s-Sabîl wa `l-Masâkîn, apa sih artinya?"

Kata saya kepada Anung, "Kurang lebih-lah, Anung, orang-orang jalanan dan orang-orang miskin. Maka, meledaklah tawa Anung, mendengar pangkatnya yang menjadikan cucu-cucu Ibu Wahid manggut-manggut.


SABTU pagi, 17 April 2010, pukul 07.15 WIB di Jalan Kedondong, Ciledug, Tangerang. Tokoh Lajnah Imaillah senior, istri Mubalig senior yang dari rahimnya telah lahir 12 putra-putri sebagai khaddim-khaddim Jemaat ini, dua pekan silam, berpulang ke rahmatullah. Kami dari kelompok yang beliau sebut Ibnu `s-Sabîl wa `l-Masâkîn, tunduk terenyuh. Beliau arif dan amat bijak mengasihi orang-orang kecil ini telah tiada. Beliau menempati peristirahatannya yang terakhir di Pemakamam Mushi-mushiah Parung, Bogor, Jawa Barat. Beliau pergi menghadap Tuhan-nya di Langit sana. Ibu Hj. Taslimah Ahmaddjajadi-Wahid mengukir jejak-jejak kakinya di Bumi hingga ke teras Langit. Innâ li `l-Lâhi wa `innâ ilaihi rôji'ûn.[] (AADP)

Tidak ada komentar: