KANG ARIF telah tiada😥
Innā lil-Lāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.
Catatan A.A. Daeng Patunru', Cimanuk, Pandeglang, Banten.
Gambar dari (thank's to): Ananda Muhammad Dien yang beredar via lintas WhatsApp group.
Beliau adalah sosok yang paling full pengabdiannya ketika Pusat Pendidikan (Pusdik) Mubarak di kecamatan Parung (tepat di Kampung Jampang, desa Pondok Udik dan kini jadi bagian dari kecamatan Kemang setelah mengalami pemekaran dari Parung) masih hutan belantara. Keyakinan beliau tentang penting membangun dan meramaikan pusat Jemaat Indonesia yang--dengan karunia Allāh--berada di kabupaten Bogor diwujudkan dengan kepindahan beliau dari kota Bogor di samping Mesjid Al-Fadhal Jalan Perintis Kemerdekaan ke Parung bersama dengan kepindahan kakak iparnya ke kawasan hutan belukar itu, Bapak Gunawan Djajaprawira. Beliau, Djajaprawira ini, pindah dari kelurahan Grogol Selatan, kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Beliau berdua menjadi tulang punggung utama yang pengawal siang malam pembangunan Pusdik Mubarak itu. Dari hutan bekas perkebunan karet menjadi belukar "jin buang anak" disulap perlahan dan pasti. Setelah berbulan-bulan Majelis Khuddamul Ahmadiyyah Indonesia (MKAI) Wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek) dan sekitarnya berwiqari amal maka pondasi Mesjid Nasr Pusdik Mubarak ditanam.
Posisi Kang Arif semakin sentral. Mulai dari perijinan yang alot, menghadapi rongrongan kawanan pemeras dari yang menamakan diri pengamanan, sampai oknum-oknum yang mengatasnamakan ummat. Semuanya, tertimpa di punggung Kang Arif.
Pejabat Pusat maupun Jemaat dari berbagai pelosok Nusantara, terus-menerus menumpahkan harapannya agar Pusdik Mubarak segera terwujud. Kepercayaan Jemaat Indonesia pelan-pelan mulai pulih setelah kekecewaan berat atas gagalnya mewujudkan Pusat di Pinang, Tangerang, kawasan antara Jemaat Peninggilan dan Gondrong. Kawasan "mimpi" yang menguras habis-habisan harta benda, uang, dan air mata Jemaat Indonesia di masa itu.
Kang Arif sering sekali meneteskan air mata di tengah harapan-harapan besar itu, berhadapan dengan kemapuan dan daya kerja Kang Arif sendiri. Sering saya 'ngobrol hingga larut sampai subuh di rumah beliau mendiskusi banyak persoalan yang dihadapi Pusdik Mubarak. Peranan yang dilakoni di Jemaat Bogor sebagai pengurus andalan, betul-betul berlanjut di Mubarak. Saya kadang bergurau kalau sepertinya Kang Arif tiada waktu lagi untuk anak dan isterinya serta kariernya sebagai insinyur pertanian. Gurauan saya hanya dijawab dengan ketawa.
Saat-saat yang krusial tatkala Amir dan Raisuttabligh Indonesia Maulana Mahmud Ahmad Cheema, H.A., Shaheed, mendesak untuk segera pindah dari Mesjid Hidayat Jakarta Pusat ke Mubarak. Situasi keamanan dipastikan siap dengan kondisi yang terus was-was.
Era awal pindahan ke Mubarak pertengahan tahun 80-an disusul dgn pembangunan sarana pendukung lain dan terwujudnya kegiatan-kegiatan nasional, KPA, ijtima, Syuro, dan lain-lainnya tidak menyurutkan peranan Kang Arif. Perijinan, pembiayaan, serta pengaturan alokasi anggaran dan sebagainya terus saja menggayut tak ada habisnya.
Kesedihan beliau mulai tak kuat tertahan ketika huru-hara (penyerangan) Parung di 2005. Berbicarapun suaranya mulai tak terdengar jelas. Namun, bila kita singgung tentang kedatangan Ḥuḍur ke Indonesia dan menginjakan kaki suci beliau di Parung, beliau nampak cerah wajahnya. Beliau sering mengulang-ulang rasa syukurnya itu berkaitan dengan datangnya ke Parung.
Beliau terkadang menyatakan kegembiraannya bila melihat regenerasi pengkhidmat Jemaat yang terus bertambah.
Suatu hari, beliau bicara tentang pusat Ciseeng, pusat Jemaat masa depan. Beliau berdoa, semoga segera terwujud. Beliau juga bilang, semoga, kelak bisa melahap besar itu di ujung hidup beliau.
Sahabat senior, Arif Dastaman, yang saya kenal di Akhir 1974 ini di Bogor, tadi dini hari, 15 Maret 2022, telah pergi ke haribaan Sang Pencipta. Pergi dengan langkah pasti menaiki jenjang-jenjang ke Langit sana. Innā lil-Lāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn.[]
_
Penyunting: Rahmat Ali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar