07 September 2007

Embrio Himpunan Pengusaha Ahmadi Indonesia (HIPAI), Kapan Menetasnya?

Ananda Aa Ali, terima kasih atas suntingannya. ;-)


Saya lama tidak ke Bandung. Seingat saya terakhir waktu mendampingi Mubarik S.H. sebagai Panitia Pusat Tamu Agung, sekitar enam tahun silam.

Kali ini, saya diundang Hadi Wahyudi untuk melihat dari dekat kantornya yang baru, sebuah kantor akutansi publik di Tegalega. Menjelang magrib, dia mengajak saya mampir di sebuah kantor. Saya tidak tahu itu kantor siapa. Hadi hanya bilang ke saya, nanti Abang seneng deh. "Banyak sohib lama Abang di situ!"

Saya sih sebenarnya rada gondok, karena dia janji Salat Magrib di Mubarak, Jalan Pahlawan. Saya ingin ketemu Kang Maman (Drs. Mansjoer Ahmad K.) senior saya, Naib Sadr II PPMKAI 77-79. Konon, magrib biasanya beliau di sana dan bersama beberapa sohib lama. Tapi biarlah, Hadi yang berkuasa. Toh, saya cuma "tawanan" yang tahunya duduk di samping depannya, diam dan ngobrol kalau ada ide yang menarik. Jauh-jauh dari Ujung Kulon, kangen sama sohib Bandung, tidak kesampaian. Hati saya masih ngegerundel. Payah. :-P

Benar saja. Sebuah kantor kita datangi. Di halamannya banyak prabotan masak-memasak yang besar-besar. Saya masuk ke kantor melewati semacam pintu samping yang langsung rupanya di ruang rapat. Di sana berlangsung sebuah rapat. Terkesan rapat pengurus Jemaat karena yang hadir semuanya sohib-sohib lama. Ada Ukun Maskawan, Wawam Hermawan, kedua beliau ini adalah mantan Sadr PPMKAI awal hingga pertengahan tahun 90-an.

Ada Dedi dari Cimahi, khadim abadi yang sudah umur kepala 5 tapi belum juga "ketemu jodoh". Dedi ini sohib pertama saya di KPA (Kursus Pendidikan Agama/Kelas Taklim--atau Pesantren Kilat, lah!) tahun '74 Tasikmalaya. Satu kelompok yang menginap di Balai pertemuan Ahmadiyah Jalan Nagarawangi.

Juga ada Rohyan, cucu Abah Sadkar Garut. Kawan lama di Padang ini, badannya tak melar-melar seperti banyak angkatannya. Meskipun sudah Ansor muda, tapi tampilannya masih modis aja. Mirip-mirip ABG kalau lagi tidak pakai peci.

Nah, satu lagi, Wawan Hermawan. Beliau satu ini, sebelum masuk/baiat ke dalam Jemaat Ahmadiyah adalah murid kesayangann Kyai Haji Abubakar Baasyir (Majelis Mujahidin Indonesia). Ketika masuk Jemaat di tahun 79 saya langsung menemuinya di Sukabumi. Kata dia kepada saya, "Bang, foto-foto lama kita di awal tahun 80-an di Balong Dalam, Manis Kidul, Kuningan, masih tersimpan rapi."

Baasyir, sebelum hengkang ke Malaysia, dia menyempatkan dirinya menengok Wawan di Sukabumi. Beruntung Wawan, jala Imam Mahdi menyelamatkanya. Barakallah.

Ada rapat apa ini, kata saya ke Hadi setengah berbisik. "Abang diam saja, nanti juga tahu-lah," kata Hadi.

"Rapat ditunda dulu!" Ukun Sahib bangkit dan salaman sambil memeluk saya. "Suhu Kulon datang, kita hormati dulu, katanya sambil ketawa lebar tanpa suara.

Menyusul Wawan Sahib yang bilang tak kalah guyonnya, "Jawara Kulon saba Bandung!!!" Lalu menyusul Rohyan Sahib dan Dedi Sahib. Dan beberapa kawan yang masih muda, saya tak kenal. :)

Sebelum rapat dilanjutkan, Ukun Sahib memberikan pengantar kepada saya, bahwa rapat ini adalah rapat yang keempat kalinya dari apa yang mereka sebut sebagai Rapat Persiapan Pembentukan HIPAI (Himpunan Pengusaha Ahmadi Indonesia). Wawan Sahib menyodorkan ke saya konsep AD-ART-nya dengan permintaan "Mohon saran!". Sedang , Ukun Sahib minta supaya Orang Kulon ini membantu di publikasinya.

Rapat kali ini membahas rencana jangka pendek, penyempurnaan AD-ART dan akan memutuskan logo apa yang akan dipakai. Logo ada empat pilihan, semuanya dirancang oleh Dedi. Ada lembaran yang memuat agenda rencana kerja termasuk Rencana Kongres HIPAI pada Februari 2007. Ada daftar ratusan pengusaha Ahmadi dari bebebagai Cabang Jemaat di Indonesia. Mulai dari pedagang kaki lima, konveksi, kontraktor kecil, menengah hingga besar. Ada juga importir senjata berat rekanan Hankam.

Ada beberapa lembar kertas sisipan di depan saya yang disodorkan oleh Rohyan Sahib, termasuk susunan HIPAI itu. Susunan itu, nama-namanya semua pengusaha dari Jawa Barat. Saya setengah berbisik ke Hadi, "Di, koq ini semua pengurusnya dari Jawa Barat? Emang di DKI dan Banten tidak ada pengusaha. Ini mah HIPAI Jawa Barat bukan Nasional!" Kata saya rada emosi (hehehe... soalnya saya belum makan malam nih!).

"Abang tenang aja, jangan langsung emosi dong. Namanya saja baru konsep", Kata Hadi.

Ada sejam saya ikuti rapat itu. Kemudian Ukun Sahib mempersilahkan kepada saya dengan harapan barangkali saja ada saran. Saya katakan, bahwa soal pengusaha Ahmadi dan himpunannya ini sudah sejak pertengahan tahun 70, sudah seringkali digagas terutama sejak kepemimpinan Raisuttabligh JAI Alm. Maulana Imamuddin H.A. Sahib.

Gagasan Yayasan Wisma Damai yang didirikan awal 1964 juga adalah salah satu maksudnya itu. Termasuk, gagasan Badar Kamil yang juga digagas di awal tahun 1970 itu. Semua pengusaha di masa itu seringkali diundang rapat dan menelorkan beberapa keputusan. Tapi kemudian, cerita itu hilang lagi. Muncul lagi. Hilang lagi. Dan terus begitu entah berapa kali. Terakhir hal yang sama digagas lagi oleh Alm. M. Hanafi S.M. Sahib. Tapi, lagi-lagi gagal dan tak pernah terwujud hingga berpulang ke rahmatullah beberapa tahun silam.

Hadi bertanya ke saya, "Kenapa begitu, Bang?"

Saya bilang, "Saya tidak tahu persis penyebabnya apa. Cuma yang saya amati adalah, manakala 'himpunan' itu menuntut kepemimpinan yang totalitas, pengorbanan tingkat tinggi, tidak ada seorangpun para penggagas yang tampil habis-habisan. Apalagi kalau 'himpunan' itu sudah bertabrakan dengan kepentingan [perusahaan] pribadi pengurus dan penggagas. Upaya himpunan, raib sudah.

"Di," kata saya, "persoalan-persoalan besar, tantangan-tantangan besar selalu melahirkan pemimpin-pemimpin tangguh. Nah, 'Di, hal beginian di kita masih terasa amat langka", kata saya.

Panjang lebar, saya berkhotbah kepada Hadi sembari menikmati mulusnya tol Cipularang dan sesekali Hadi ngantuk. Bosan jusa dengar khutbah. Hingga tak terasa sampai di Terminal Rambutan, Jakarta Timur, menjelang tengah malam. Saya diturunkan di situ dan Hadi langsung ke kediamannya di Perumahan Budi Agung, Bogor.

Sebelum Hadi cabut, saya tanya Hadi, siapa yang namanya Fitratur Rahmani yang Rohyan sebut-sebut tadi di Bandung? Hadi ngakak, "Abang mau tau aja!"

Kemudian, Hadi dan blazer-nya hilang di tikungan sana. Saya kemudian naik Bus Arimbi menuju Pandeglang, Banten.(*)
Catatan AADP, 11 November 2006--Padepokan Suko Langit, Cimanuk, Pandeglang, Banten

-------oooOooo-------

Tidak ada komentar: